Saat merancang hotel, konsultan dan tim pengembang perlu membuat proyek yang pada akhirnya layak secara ekonomi. Kecuali pemilik hotel lbh banyak didorong oleh ego daripada termotivasi secara ekonomi, kebanyakan investor mencari pengembalian modal investasi. Karena kelayakan berarti hal yang berbeda bagi orang yang berbeda, dan sebagai konsultan hotel yang telah mempersiapkan ribuan studi kelayakan, saya diminta memberikan perspektif saya mengenai topik ini.
Proses yang ingin saya gunakan untuk menentukan apakah sebuah hotel yang diusulkan layak secara ekonomi adalah membandingkan total biaya proyek (termasuk tanah) dengan perkiraan nilai ekonomi hotel pada tanggal pembukaannya. Proyek yang layak adalah lokasi dimana nilai ekonomisnya lebih besar dari biaya. Perkiraan biaya proyek secara akurat adalah proses yang relatif sederhana bagi tim arsitek dan pengembangan. Namun, menentukan nilai ekonomis jauh lebih rumit.
Langkah pertama dalam proses valuasi adalah melakukan studi pasar dimana permintaan hotel lokal diukur dan dialokasikan di antara penyediaan fasilitas penginapan yang ada dan yang diusulkan. Alokasi permintaan kamar malam didasarkan pada daya saing relatif semua hotel yang ada di pasaran. Hasil akhirnya adalah proyeksi permintaan yang ditangkap oleh hotel subjek yang diusulkan, yang kemudian dikonversi menjadi perkiraan hunian tahunan. Prosedur serupa digunakan untuk memproyeksikan tarif kamar rata-rata.
Langkah kedua adalah memproyeksikan pendapatan dan biaya operasi hotel berdasarkan perkiraan tingkat hunian dan tarif kamar. Hal ini menghasilkan perkiraan pendapatan operasional bersih tahunan. Kebanyakan konsultan menggunakan periode proyeksi lima sampai 10 tahun, jadi proses ini perlu diulang setiap tahun.
Langkah terakhir adalah mengkonversikan NOI yang diproyeksikan ke dalam estimasi nilai dengan menggunakan biaya tertimbang modal yang didiskontokan arus kas. Hasil akhirnya adalah perkiraan nilai ekonomis yang dapat dibandingkan dengan total biaya proyek.
Beberapa konsultan akan mengganti perhitungan nilai sekarang bersih atau menentukan Internal Rate of Return (IRR) untuk langkah terakhir. Namun, saya lebih suka menggunakan pendekatan nilai ekonomis karena Anda akhirnya membandingkan “apel dengan apel” – Yaitu biaya dengan nilai.
Seperti yang bisa dilihat, proses penentuan nilai ekonomi ini membutuhkan pengetahuan pasar lokal, keahlian finansial hotel dan pengalaman dengan metodologi valuasi. Beruntung bagi para arsitek dan pengembang hotel, ada dua aturan jempol sederhana yang akan memberikan perkiraan kasar mengenai apakah suatu proyek layak secara ekonomi.
Aturan Pertama menguji biaya lahan untuk menentukan apakah nilai ekonomi tersebut melebihi nilai lahan ekonomi yang dapat didukung. Rumus berikut menghitung nilai lahan ekonomi:
Tingkat hunian x Nominal Rp x Jumlah Ruang Kamar x 365 x .04 / .08 = Economic Land Value.
Sebagai contoh, sebuah hotel yang diusulkan sedang dipertimbangkan dalam sebidang tanah yang bisa diperoleh dengan harga Rp 10.300.000.000. Zonasi memungkinkan pengembangan 200 kamar. Berdasarkan kondisi pasar lokal, hotel yang diusulkan harus mencapai hunian stabil sebesar 70% dan tarif kamar rata-rata Rp 450 ribu. Dengan menggunakan input tersebut, Economic Land Value akan dihitung sebagai berikut:
70% Hunian x Rp 450 ribu x 200 Kamar x 365 x .04 / .08 = Rp 11 497 500 000
Perhitungan tersebut menunjukkan Economic Land Value berada di atas biaya tanah sehingga pengembang tidak membayar lebih untuk lahan tersebut. Jika biaya tanah adalah $ 4.000.000 atau lebih, pengembang perlu mengevaluasi ulang proyek karena tidak didukung oleh nilai ekonomis dasar hotel. Mungkin kamar tambahan bisa ditambahkan, yang akan meningkatkan jumlah kamar atau kualitas hotel yang lebih tinggi yang dikembangkan akan meningkatkan tarif kamar rata-rata. Formula Nilai Tanah Ekonomi ini bekerja dengan baik di sebagian besar pasar. Untuk lokasi pusat kota utama, faktor .04 dapat dipindahkan sampai .08. (Asti)